Portalraya.com, Samarinda – Wacana penghapusan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kembali menggema. Ide ini muncul setelah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menyarankan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, untuk mengevaluasi kebijakan yang dinilai sulit diterapkan secara seragam di seluruh Indonesia.
“Geografis dan demografi tiap daerah berbeda, sistem zonasi tidak bisa dipaksakan,” ujar Gibran.
Saran tersebut langsung menyulut diskusi di berbagai kalangan, termasuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Samarinda. Meski belum ada arahan resmi dari pemerintah pusat, Kepala Disdikbud Samarinda, Asli Nuryadin, menegaskan kesiapan pihaknya mengikuti apapun keputusan final nantinya.
“Kami belum menerima kabar resmi. Sampai saat ini masih menunggu petunjuk teknis dan pelaksanaan,” kata Asli, merespons spekulasi seputar masa depan zonasi.
Pandangan berbeda datang dari Ombudsman RI. Lembaga pengawas pelayanan publik ini menilai sistem zonasi masih relevan sebagai instrumen pemerataan pendidikan.
“Penghapusan bukan solusi. Yang dibutuhkan adalah perbaikan sistem agar lebih adaptif terhadap kondisi di lapangan,” ujar seorang perwakilan Ombudsman.
Bagi Ombudsman, zonasi merupakan langkah strategis untuk memastikan akses pendidikan merata. Namun, praktiknya selama ini memang menyisakan sejumlah pekerjaan rumah, mulai dari transparansi penerimaan hingga penyediaan fasilitas yang setara di sekolah-sekolah.
Di tengah pro dan kontra, Asli Nuryadin menekankan pentingnya fleksibilitas dalam kebijakan pendidikan, terutama di daerah dengan karakteristik unik seperti Samarinda.
“Yang terpenting adalah kebijakan ini bisa diterapkan secara efektif sesuai kondisi daerah. Pemerataan pendidikan tetap menjadi prioritas kami,” ujarnya.
Keputusan final terkait sistem zonasi rencananya akan diumumkan paling lambat Maret 2025. Selain isu zonasi, pemerintah pusat juga tengah mengkaji berbagai agenda strategis, seperti implementasi Kurikulum Merdeka, pengembangan SMK berbasis kebutuhan masa depan, hingga pemanfaatan artificial intelligence dalam pendidikan.
Bagi Disdikbud Samarinda, kebijakan baru ini harus mampu menjawab tantangan spesifik pendidikan daerah.
“Kebijakan apapun yang diambil, kami berharap itu mempertimbangkan kebutuhan akses dan kualitas pendidikan, khususnya di wilayah yang memiliki tantangan geografis seperti Samarinda,” pungkas Asli.